6 Jenis Emosi Dasar Menurut Paul Ekman dan Relevansinya pada Anak Usia Sekolah Dasar
Emosi adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Setiap hari, kita mengalami berbagai perasaan mulai dari gembira, sedih, marah, takut, hingga jijik. Salah satu tokoh yang mendalami studi tentang emosi adalah Paul Ekman, seorang psikolog dan peneliti terkemuka dalam bidang psikologi emosi dan ekspresi wajah.
Ekman menemukan bahwa meskipun ekspresi budaya bisa berbeda, ada emosi tertentu yang bersifat universal dan dapat dikenali di seluruh dunia. Penemuan ini menjadi landasan penting bagi guru, orang tua, dan pendidik dalam memahami perilaku anak, terutama di usia sekolah dasar.
Latar Belakang Penelitian Paul Ekman
Pada akhir 1960-an hingga 1970-an, Paul Ekman melakukan penelitian lintas budaya di berbagai negara, termasuk masyarakat terpencil yang jarang terpapar media. Ia menemukan bahwa orang-orang dari budaya yang sangat berbeda tetap mengekspresikan emosi dengan cara yang sama.
Misalnya, senyum bahagia di Papua, Amerika, atau Jepang memiliki bentuk ekspresi wajah yang sama. Temuan ini memperkuat keyakinan Ekman bahwa ada enam emosi dasar yang dimiliki manusia sejak lahir, bukan hasil pembelajaran sosial semata.
Definisi Emosi
Emosi adalah respons kompleks yang melibatkan pikiran, perasaan, perubahan fisiologis, dan perilaku. Emosi memengaruhi cara kita berinteraksi dengan dunia, membuat keputusan, dan membangun hubungan dengan orang lain. Emosi bukan sekadar perasaan subjektif; ia juga memicu reaksi fisik seperti detak jantung meningkat, perubahan nada suara, atau ekspresi wajah tertentu.
Enam Jenis Emosi Dasar Menurut Paul Ekman
1. Kebahagiaan (Happiness)
Kebahagiaan ditandai dengan senyum, mata yang sedikit menyipit, dan ekspresi wajah yang rileks. Emosi ini muncul ketika seseorang mendapatkan pengalaman positif, seperti menerima pujian, berhasil mencapai tujuan, atau bertemu orang tersayang.
Pada anak SD, kebahagiaan sering terlihat saat mereka berhasil menyelesaikan tugas sulit atau bermain bersama teman. Rasa bahagia meningkatkan motivasi dan membangun rasa percaya diri.
2. Kesedihan (Sadness)
Kesedihan adalah respons terhadap kehilangan, kegagalan, atau perpisahan. Ciri fisiknya bisa berupa ekspresi wajah tertunduk, bahu merosot, dan mata berkaca-kaca.
Bagi anak usia SD, kesedihan bisa muncul ketika mereka kehilangan mainan favorit, ditinggalkan teman, atau mendapatkan nilai rendah. Penting bagi guru dan orang tua untuk membantu anak memahami bahwa kesedihan adalah emosi yang wajar dan bisa diatasi.
3. Ketakutan (Fear)
Ketakutan muncul ketika seseorang merasa terancam atau berada dalam situasi yang tidak aman. Reaksinya meliputi mata membelalak, detak jantung meningkat, dan tubuh bersiap untuk melarikan diri atau melawan.
Pada anak SD, ketakutan bisa timbul saat menghadapi ujian, berbicara di depan kelas, atau melihat hewan yang dianggap berbahaya. Guru dapat membantu anak mengelola rasa takut dengan memberikan dukungan emosional dan latihan keberanian secara bertahap.
4. Kemarahan (Anger)
Kemarahan biasanya terjadi ketika seseorang merasa diperlakukan tidak adil atau frustrasi. Ekspresinya antara lain alis berkerut, rahang mengencang, dan suara meninggi.
Pada anak SD, kemarahan sering muncul saat mereka merasa disalahpahami atau kalah dalam permainan. Guru dan orang tua perlu mengajarkan strategi pengendalian diri, seperti menarik napas dalam-dalam atau mengambil waktu untuk menenangkan diri.
5. Kejijikan (Disgust)
Kejijikan adalah reaksi terhadap sesuatu yang dianggap kotor, berbahaya, atau menjijikkan. Ciri khasnya adalah hidung berkerut, bibir terangkat, dan ekspresi wajah menolak.
Pada anak SD, kejijikan bisa muncul saat mencium bau tidak sedap, melihat makanan yang tidak disukai, atau menghadapi situasi yang dianggap menjorokkan.
6. Keterkejutan (Surprise)
Keterkejutan muncul secara tiba-tiba ketika terjadi sesuatu yang tidak terduga, baik positif maupun negatif. Ekspresi wajah biasanya berupa mata melebar dan mulut terbuka.
Bagi anak SD, keterkejutan bisa datang saat menerima hadiah tak terduga, bertemu tokoh idola, atau ketika mengalami perubahan mendadak dalam jadwal sekolah.
Mengapa Kadar Emosi Setiap Orang Berbeda?
Meskipun enam emosi dasar ini universal, kadar atau intensitas emosi setiap orang dapat berbeda. Beberapa faktor yang memengaruhi perbedaan ini antara lain:
Pengalaman Hidup dan Latar Belakang
Pengalaman masa lalu membentuk cara seseorang menafsirkan suatu peristiwa.Contohnya, seseorang yang pernah kehilangan orang terdekat mungkin akan merasa lebih sedih saat mendengar berita kematian dibanding orang yang belum pernah mengalami hal itu.Paul Ekman sendiri mengakui bahwa meskipun enam emosi dasar (marah, takut, jijik, senang, sedih, terkejut) bersifat universal, pemicu (trigger) dari emosi itu sangat dipengaruhi oleh pengalaman pribadi dan budaya.
2. Perbedaan Kepribadian
Orang dengan kepribadian high sensitivity (Highly Sensitive Person) biasanya memiliki intensitas emosi yang lebih kuat karena sistem saraf mereka lebih responsif. Sebaliknya, orang yang lebih “tenang” atau memiliki kontrol emosi tinggi mungkin merespons peristiwa yang sama dengan kadar emosi lebih rendah.
3. Nilai dan Keyakinan Pribadi
Dua orang bisa melihat peristiwa yang sama tetapi menafsirkannya berbeda karena perbedaan nilai hidup. Misalnya, seorang pecinta hewan mungkin merasa sangat sedih melihat kucing terluka, sementara orang lain hanya menganggapnya hal biasa.
4. Kondisi Fisiologis
Tingkat hormon seperti dopamin, serotonin, kortisol memengaruhi bagaimana seseorang merasakan emosi. Saat tubuh sedang lelah, lapar, atau sakit, emosi negatif bisa muncul lebih mudah dan terasa lebih intens.
5. Faktor Budaya
Budaya membentuk cara mengekspresikan emosi. Dalam beberapa budaya, ekspresi kesedihan diperlihatkan secara terbuka, sementara di budaya lain kesedihan dianggap sebagai sesuatu yang harus disembunyikan. Menurut penelitian Ekman, walaupun ekspresi wajah dasar bersifat universal, aturan budaya (display rules) menentukan kapan dan seberapa besar ekspresi itu ditunjukkan.
6. Keterampilan Regulasi Emosi
Seseorang yang terlatih dalam mengelola emosi (misalnya melalui mindfulness atau terapi kognitif) akan lebih mampu menahan reaksi berlebihan. Sebaliknya, orang yang tidak terbiasa merefleksi perasaan mungkin akan mengekspresikan emosi dengan intensitas tinggi. Misalnya, dua anak bisa menghadapi situasi yang sama katakanlah, mendapat nilai 7 di ujian. Anak pertama mungkin merasa biasa saja karena sudah sesuai ekspektasi, sedangkan anak kedua merasa sangat sedih karena mengharapkan nilai sempurna.
Pandangan Paul Ekman tentang Emosi pada Anak Usia SD
Paul Ekman menekankan bahwa anak-anak sudah memiliki enam emosi dasar ini sejak usia dini, namun kemampuan untuk mengatur emosi berkembang seiring bertambahnya usia.
Pada usia SD (6–12 tahun), anak mulai belajar memahami penyebab emosinya, mengenali emosi orang lain, dan menyesuaikan perilaku sesuai norma sosial. Namun, mereka masih memerlukan bimbingan orang dewasa untuk mengelola emosi secara sehat.
Guru berperan penting dalam:
- Mengajarkan kosakata emosi sehingga anak bisa mengekspresikan perasaannya dengan kata-kata, bukan perilaku negatif.
- Memberikan contoh regulasi emosi yang baik.
- Menggunakan pembelajaran sosial-emosional di kelas, seperti diskusi kelompok dan role-play.
Pentingnya Pemahaman Enam Emosi Dasar di Lingkungan Sekolah
Memahami enam emosi dasar menurut Paul Ekman membantu guru dan orang tua:
- Mengenali tanda-tanda stres atau masalah pada anak sejak dini.
- Menyediakan dukungan emosional yang tepat.
- Menciptakan lingkungan belajar yang positif dan aman secara psikologis.
Dengan pemahaman ini, anak-anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu berempati, dan terampil dalam berinteraksi sosial.
Baca juga :Perkembangan Emosional Anak Usia SD
Strategi Guru untuk Mendorong Siswa Memahami dan Mengelola Emosi
Berikut adalah beberapa strategi praktis yang bisa dilakukan guru di sekolah:
- Menggunakan
“pojok emosi”
Sebuah sudut kelas dengan gambar wajah emosi dasar di mana siswa bisa menunjukkan perasaan mereka saat itu. - Latihan
role play
Mengajak siswa bermain peran untuk mengekspresikan dan merespons emosi tertentu secara tepat. - Diskusi
rutin
Menyediakan waktu singkat setiap minggu untuk berbicara tentang pengalaman emosional dan cara mengatasinya. - Mengaitkan
pelajaran dengan emosi
Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, guru meminta siswa menulis cerita dari sudut pandang seseorang yang merasa takut atau senang. - Memberi
contoh nyata
Guru yang menunjukkan bagaimana ia mengelola emosi menjadi model positif bagi siswa.
Kesimpulan
Enam emosi dasar kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, kemarahan, kejijikan, dan keterkejutan—adalah warisan universal manusia yang melekat sejak lahir. Perbedaannya terletak pada intensitas dan cara mengekspresikan emosi tersebut, yang dipengaruhi oleh kepribadian, pengalaman hidup, dan lingkungan.
Pada anak usia SD, memahami dan mengelola emosi ini sangat penting untuk perkembangan sosial dan akademik mereka. Dengan dukungan guru dan orang tua, anak-anak dapat belajar mengatur emosi secara sehat, membentuk hubungan positif, dan menghadapi tantangan hidup dengan lebih percaya diri.
Posting Komentar untuk "6 Jenis Emosi Dasar Menurut Paul Ekman dan Relevansinya pada Anak Usia Sekolah Dasar"