Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan 7 Gerakan Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (KAIH)

Kunjungan Sabuga
Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi, tantangan dunia pendidikan menjadi semakin kompleks. Kekerasan di lingkungan sekolah, masalah kesehatan mental, adiksi gawai, paparan pornografi dan judi daring, hingga meningkatnya kasus bullying dan penyalahgunaan narkoba, adalah sebagian kecil dari fenomena yang mencemaskan kita semua. Jika tidak disikapi dengan bijak, generasi muda kita bisa kehilangan arah dan jati diri.

Itulah sebabnya, pendidikan saat ini tidak cukup hanya menekankan aspek akademik. Justru yang paling mendasar dan mendesak adalah penguatan pendidikan karakter, sebagai pondasi dalam membentuk peserta didik yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia, tangguh, dan peduli pada sesama.

Kondisi sosial budaya yang berubah dengan cepat, perkembangan teknologi yang begitu masif, serta lemahnya kontrol internal dan eksternal terhadap konsumsi informasi, membuat peserta didik kerap kehilangan arah dan nilai. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman untuk belajar, kadang justru menjadi tempat terjadinya kekerasan antar siswa, bahkan antara guru dan murid. Di rumah, orang tua yang sibuk bekerja sering kali kehilangan waktu berkualitas untuk mendampingi anak. Sementara media dan lingkungan sekitar belum tentu selalu menyajikan contoh positif yang bisa diteladani anak.

Inilah yang menjadi latar belakang lahirnya Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penguatan Pendidikan Karakter melalui Pembiasaan di Satuan Pendidikan. SEB ini dikeluarkan oleh tiga Menteri ; Menteri pendidikan Daar dan Menengah, Menteri  Dalam Negeri; serta Menteri Agama. Tujuannya adalah memberikan acuan yang jelas bagi satuan pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, orang tua/wali, dan seluruh pemangku kepentingan dalam menguatkan karakter bangsa sejak dini.

Pendidikan Karakter: Pondasi yang Tak Tergantikan

Pendidikan karakter adalah proses menanamkan nilai-nilai luhur dalam diri peserta didik, yang mencakup nilai religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan gotong royong. Karakter bukan sekadar pelajaran di kelas, melainkan hasil dari pembiasaan, keteladanan, dan ekosistem pendidikan yang kondusif.

Karakter yang kuat adalah pelindung utama bagi anak di tengah gempuran informasi negatif dan gaya hidup instan. Ia menjadi kompas moral yang membimbing anak dalam berpikir, bersikap, dan bertindak secara bertanggung jawab.

Konteks dan Tantangan Saat Ini

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa peserta didik menghadapi tekanan yang besar dari berbagai arah:

·         Meningkatnya kasus kekerasan fisik dan verbal di sekolah

·         Masalah kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan tekanan akademik

·         Kecanduan gawai dan media sosial yang memengaruhi fokus dan empati

·         Akses mudah terhadap konten pornografi dan judi online

·         Maraknya bullying, baik secara langsung maupun melalui media digital

·         Kasus penyalahgunaan narkoba dan pergaulan bebas

Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menghadapi krisis karakter, telah diterbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penguatan Pendidikan Karakter melalui Pembiasaan di Satuan Pendidikan. Tiga kementerian yang menandatangani surat edaran ini adalah:

1.      Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah

2.      Menteri Agama

3.      Menteri Dalam Negeri

Surat Edaran Bersama ini disusun dengan maksud untuk memberikan acuan bagi peserta didik, pendidikan, tenaga kependidikan, orang tua/wali untuk menumbuhkembangkan karakter dan budi pekerti dengan penguatan pendidikan karakter melalui Pembiasaan di Satuan pendidikan.  Tujuannya agar pemerintah dan pemerintah daerah, menggerakkan Kembali Penguatan pendidikan Karakter melalui Pembiasaan di Satuan pendidikan dengan melibatkan Catur Pusat pendidikan yaitu, satuan pendidikan, keluarga, masyarakat dan media melalui Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (KAIH) yang meliputi:

a.      Pendidik, tenaga kependidikan dan orang tua/wali mendorong pembiasaan kepada peserta didik yaitu:

1)   Bangun pagi

2)   Beribadah

3)   Berolahraga

4)   Makan sehat dan bergizi

5)   Gemar belajar

6)   Bermasyarakat dan,

7)   Tidur cepat

b.  Pelaksanaan Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat  harus dilakukan dengan pendekatan pembiasaan yang penuh kesadaran, bermakna, dan menggembirakan.

c.      Satuan pendidikan melaksanakan pertemuan Pagi Ceria sebelum memulai pembelajaran, yaitu melaksanakan senam pagi Anak  Indonesia Hebat, menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya sebagai bentuk kecintaan terhadap tanah air, mengembangkan rasa Nasionalisme, dan mempererat rasa persatuan dan kesatuan dan berdoa bersama  sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

d.     Menumbuhkembangkan kepribadian peserta didik yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotic, taat hukum, disiplin, menjungjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalammenjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup melalui Gerakan kepanduan dan ekstraurikuler lainnya. Baca Juga :Kendala dan Tantangan Mendorong 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat

Mengapa Ini Sangat Penting?

·           Menjawab Tantangan Zaman

Pembiasaan karakter sejak dini adalah benteng paling efektif untuk menghadapi krisis moral, kecanduan digital, dan pengaruh budaya instan.

·           Menumbuhkan Mental dan Fisik yang Sehat

Kebiasaan baik seperti tidur tepat waktu, makan sehat, dan berolahraga secara rutin akan berkontribusi langsung pada kesehatan mental dan fisik anak.

·           Membangun Disiplin dan Integritas

Disiplin bukan hanya soal waktu, tetapi juga soal tanggung jawab. Integritas terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten.

Peran Catur Pusat Pendidikan dalam Pembiasaan Karakter

Kebiasaan-kebiasaan ini bukan hanya membentuk rutinitas positif, tetapi juga menumbuhkan nilai-nilai tanggung jawab, disiplin, spiritualitas, kepedulian sosial, dan gaya hidup sehat. Ketujuh kebiasaan ini menjadi pondasi awal dalam menciptakan anak-anak yang seimbang secara fisik, emosional, intelektual, dan spiritual.

Namun, pembiasaan ini tidak akan berhasil jika hanya dibebankan pada sekolah. Dibutuhkan sinergi dan kolaborasi dari semua pihak yang tergabung dalam Catur Pusat Pendidikan.

Catur Pusat Pendidikan: Kolaborasi Empat Pilar

Konsep Catur Pusat Pendidikan yang diperkenalkan oleh tokoh pendidikan dan perempuan Indonesia, Nyai Ahmad Dahlan, menyebutkan bahwa pembentukan karakter anak tidak cukup dilakukan hanya di sekolah. Ada empat pilar utama yang harus bersinergi, yaitu:

1.      Satuan Pendidikan (Sekolah)

2.      Keluarga

3.      Masyarakat

4.      Media

Mari kita bahas peran masing-masing:

 

1. Satuan Pendidikan

 

Sekolah menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan program pembiasaan. Melalui pembelajaran yang terintegrasi dengan nilai-nilai karakter, kegiatan rutin harian seperti doa bersama, senam pagi, jadwal makan sehat, kegiatan literasi, hingga kerja kelompok yang berorientasi pada nilai gotong royong dan tanggung jawab, sekolah bisa membentuk suasana yang mendukung pembentukan karakter.

 

2. Keluarga

 

Keluarga adalah madrasah pertama. Pendidikan karakter yang tidak didukung di rumah akan sulit tertanam kuat. Orang tua harus menjadi teladan dalam membangun rutinitas harian, seperti membangunkan anak pagi-pagi, mengajak berdoa, memberi makanan sehat, membatasi penggunaan gawai, dan mengajak anak tidur lebih awal. Orang tua juga perlu terlibat dalam aktivitas sekolah agar nilai-nilai yang ditanamkan di sekolah selaras dengan kehidupan rumah.

 

3. Masyarakat

 

Lingkungan sekitar juga memiliki peran penting. Anak belajar dari apa yang mereka lihat dan alami di lingkungan tempat tinggalnya. Masyarakat perlu menjadi ruang yang ramah anak, bebas dari kekerasan, menyediakan ruang bermain dan berekspresi yang sehat, serta menjaga budaya gotong royong dan sopan santun. Kegiatan karang taruna, pengajian, kerja bakti, dan kegiatan sosial lainnya bisa menjadi wahana anak belajar nilai kebersamaan dan tanggung jawab sosial.

 

4. Media

 

Di era digital, peran media sangat signifikan. Media, baik itu media massa maupun media sosial, bisa menjadi sarana pendidikan karakter — atau sebaliknya, menjadi sumber kerusakan karakter. Oleh karena itu, media harus diarahkan untuk menayangkan konten-konten positif yang mendidik, menginspirasi, dan memberikan contoh nyata pembiasaan nilai-nilai karakter. Di sisi lain, pendidikan literasi digital bagi siswa, orang tua, dan guru menjadi hal yang tak terelakkan. Kita harus mendidik anak-anak agar cakap bermedia, mampu memilih konten, dan bersikap bijak di ruang digital.

 

Bergerak Bersama untuk Generasi Berkarakter

Penguatan pendidikan karakter bukanlah tugas yang bisa diselesaikan oleh satu pihak. Ini adalah kerja kolaboratif seluruh elemen bangsa. SEB 3 Menteri Nomor 1 Tahun 2025 menjadi pengingat dan pengarah bahwa kita semua — sekolah, keluarga, masyarakat, dan media — memiliki tanggung jawab yang sama dalam membentuk generasi emas Indonesia.

Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat adalah langkah kecil namun berdampak besar jika dilakukan dengan konsisten, sadar, dan menyenangkan. Karena pada akhirnya, karakter bukanlah sesuatu yang diwariskan, tetapi dibentuk melalui contoh, kebiasaan, dan keteladanan.

Mari jadikan sekolah sebagai taman yang menyenangkan untuk tumbuhnya karakter, rumah sebagai ladang cinta kasih dan teladan, masyarakat sebagai ruang belajar sosial, dan media sebagai cermin nilai-nilai mulia.

 

 

Posting Komentar untuk "Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan 7 Gerakan Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (KAIH)"